30 September 2009

Kuping Mbenging... Muncul di Saat Stres


Saat badan kelelahan atau beban pikiran dan stres meningkat, muncul suara seperti gemuruh air terjun, berdengung atau berdenging dari dalam telinga. Hampir bisa dipastikan, Anda menderita tinitus. Apakah ada obatnya? Pernahkan Anda mendengar kerabat atau teman yang mengeluh tentang gangguan pendengaran yang dialaminya. Atau Anda sendiri mungkin pernah atau sedang mengalaminya. Timbulnya suara asing yang mengganggu pendengaran sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman bahkan sampai dapat mengganggu lelapnya tidur seseorang.

Jenis suara asing yang timbul dapat bermacam-macam, Ada yang seperti air terjun, dengungan (nada rendah) atau dengingan (nada tinggi) dengan intensitas ringan sampai keras, atau suara mendesis yang berasal dari dalam telinga.

Gangguan yang lebih dikenal dengan istilah tinitus ini, tidak digolongkan sebagai penyakit, tapi lebih dikategorikan sebagai gejala dari suatu penyakit atau kondisi tertentu. Tinitus yang berasal dari kata “tinnire” yang artinya “membunyikan” dapat diklasifikasikan menjadi tinitus obyektif dan subyektif. Tinitus obyektif bila bunyi yang didengar oleh penderita juga dapat didengar oleh dokter yang memeriksa, dan bersifat subyektif bila bunyi hanya didengar oleh penderitanya saja.


Seperti yang diakui Dennis, salah seorang penderita tinitus, hobi berenang yang dilakukannya saat SMP sebagai penyebab dari tinitus. “Dulu telinga saya sering kemasukan air saat berenang dan saya lalai tidak segera mengeluarkannya, akibatnya telinga saya infeksi terus-menerus. Bahkan kata dokter saraf telinga saya sudah rusak,” jelasnya.

Lain lagi pengalaman Esti yang menderita tinitus sudah dua tahun. Kebiasaannya mendengarkan musik melalui ear phone dengan volume keras membuat pendengarannya kini berkurang dan mengalami tinitus.

Menurut Dr. Imam Megantara, SpTHT penyebab tinitus memang beragam, antara lain gangguan keseimbangan cairan dalam telinga, infeksi dan peradangan, penyakit yang menyerang tulang-tulang pendengaran dan gendang telinga, penyakit hipertensi, kelainan pembuluh darah, tumor saraf pendengaran, trauma akibat bising, trauma tulang temporal, atau penyakit Meniere’s.

Tinitus dapat berasal dari empat bagian telinga yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah, telinga bagian dalam dan otak sebagai pusat pendengaran. Makin dalam letak penyebabnya, makin sulit penanganannya.

Penyebab tersering dari tinitus abnormal adalah rusaknya ujung saraf pada telinga bagian dalam. Sedangkan penyebab yang paling sederhana adalah menempelnya kotoran telinga (serumen) di gendang telinga. Kebiasaan mengorek kotoran telinga dengan cotton bud dapat mendorong kotoran ke gendang telinga. Untuk menghindarinya, disarankan untuk tidak mengorek telinga sendiri. Lebih baik datang kepada dokter THT secara rutin tiap 6 bulan atau setahun sekali untuk membersihkan telinga.
Beberapa obat juga diduga dapat menyebabkan atau memperparah tinnitus. Misalnya antibiotik jenis kloramfenikol, eritromisin, tetrasiklin, obat diuretik, obat malaria, dan aspirin yang terlalu banyak (lebih dari 12 tablet per hari).

Rusaknya ujung saraf pada telinga bagian dalam, penyebab tersering dari tinitus abnormal.Penderita tinitus biasanya kelompok usia produktif dan orang tua. Proses penuaan menjadi faktor penting dari rusaknya susunan saraf dalam telinga. Data statistik yang dimiliki National Centre for Health Statistics di Amerika, sekitar 32% orang dewasa pernah mengalami tinitus pada suatu saat tertentu dalam hidupnya, dan 6 % nya sangat menganggu. Sedangkan di Inggris, 17% populasi juga memiliki masalah tinitus.

Perlu diketahui, tidak semua tinitus abnormal. Pada kasus tinitus yang normal, seseorang mendengar bunyi dari dalam tubuh, misalnya suara pernafasan, detak jantung, dan aliran darah. Intensitas bunyi ini sekitar 25-30 dB. Tinitus baru menjadi gejala jika suara yang didengar intensitasnya >30 dB. “Suara air terjun di telinga saya ini cukup menggangu aktivitas saya. Paling susah kalau harus berbicara dengan orang yang suaranya kecil. Saya harus membaca gerak bibirnya karena suara air terjun di telinga saya lebih besar daripada suara orang itu,” kata Dennis.

Agar. tidak bertambah parah, Dennis berkonsultasi dengan dokter. Dokter menanyakan riwayat penyakit yang pernah dideritanya, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan beberapa tes penunjang seperti tes garpu tala. Hasil pemeriksaan tersebut akan dipakai oleh dokter untuk menentukan kualitas dan kuantitas dari tinitus.

Bila ternyata penyebab tinitus belum diketahui, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pendengaran atau audiogram. Pola hilangnya fungsi pendengaran dari hasil pemeriksaan audiogram dapat dijadikan pegangan oleh dokter untuk menentukan penyebab tinitus.

Pemeriksaan lain yang lebih akurat untuk menentukan penyebab tinitus adalah Auditory Brain Stem Response (ABR), CT Scan dan MRI. Sayangnya pemeriksaan tersebut masih jarang dikarenakan besarnya biaya pemeriksaan.

Walaupun pemeriksaan tinitus banyak jenisnya, banyak pula kasus tinitus tidak dapat diidentifikasi penyebabnya. Alhasil, penanganan yang tepat sulit dilakukan dan pasien terpaksa mengalami tinitus sepanjang hidupnya.

Dr. Imam Megantara, SpTHT menjelaskan sampai saat ini belum ada obat yang spesifik untuk tinitus. Tapi beberapa jenis obat dapat memberikan perbaikan seperti vitamin B kompleks, golongan anti depresan, obat anestesi lokal seperti lidokain.

Ada pula stimulasi listrik pada area tulang temporal dan gendang telinga, dengan keberhasilan yang bervariasi dalam mengurangi tinnitus. Modifikasi diet, akupunktur, dan oksigen hiperbarik juga dapat dipertimbangkan sebagai terapi alternatif untuk mengontrol tinitus.

Pembedahan/operasi dapat dilakukan bila penyebab tinitus karena pertumbuhan tulang telinga bagian tengah yang berlebih (otoskerosis), kerusakan koklea, dan tumor. Operasi implantasi koklea untuk menanam alat bantu dengar pada tulang temporal dapat dilakukan untuk menggantikan fungsi koklea sebagai organ pendengaran.

Tim dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) medio Juli lalu berhasil melakukan operasi implantasi koklea. Di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk operasi seperti ini sudah sering dilakukan sejak Juli 2002. “Kami telah berhasil menangani 50 pasien,” kata Dr Sosialisman, SpTHT.

Pada kasus tinitus yang tidak diketahui penyebabnya, yang dapat dilakukan adalah mengurangi tinitusnya. Misalnya dengan terapi musik yang ditujukan untuk mengalihkan perhatian si penderita dari suara berdenging ke suara musik.

“Oleh dokter, saya disarankan untuk tidak terlalu memikirkan atau fokus pada bunyi di telinga saya dan jangan stres,” kata Esti. “Selain itu olahraga teratur dan istirahat cukup juga sangat penting agar tinitus saya tidak bertambah parah”.

Memang tinitus tidak membahayakan, tapi bagi kebanyakan penderitanya tinitus sangat mengganggu dan sering mempengaruhi kualitas hidup dan pekerjaannya. Tak jarang penderita menjadi kurang percaya diri dalam pergaulan sosialnya bahkan sampai mengalami depresi.

Tapi tidak perlu khawatir, tinitus tidak menurun dan bisa dicegah. Caranya menggunakan penutup telinga atau pelindung telinga bila anda terpaksa berada di lingkungan yang bising. DGR (Berita Indonesia 70)


No comments: