14 January 2010

Penelitian Ilmiah: Memaafkan itu Menyehatkan


“Forgiveness research” atau penelitian tentang perilaku memaafkan
termasuk bidang yang kini banyak diteliti ilmuwan di sejumlah bidang
keilmuan seperti kedokteran, psikologi dan kesehatan. Hal ini karena
sikap memaafkan ternyata memiliki pengaruh terhadap kesehatan jiwa
raga, maupun hubungan antar-manusia.

Jurnal ilmiah EXPLORE (The Journal of Science and Healing), edisi
Januari/Februari 2008, Vol. 4, No. 1 menurunkan rangkuman
berjudul “New Forgiveness Research Looks at its Effect on Others”
(Penelitian Baru tentang Memaafkan Mengkaji Dampaknya pada Orang
Lain).


Dipaparkan pula bahwa berlimpah bukti telah menunjukkan perilaku
memaafkan mendatangkan manfaat kesehatan bagi orang yang memaafkan.
Lebih jauh dari itu, penelitian terbaru mengisyaratkan pula bahwa
pengaruh memaafkan ternyata juga berimbas baik pada kehidupan orang
yang dimaafkan.

Worthington Jr, pakar psikologi di Virginia Commonwealth University,
AS, dkk merangkum kaitan antara memaafkan dan kesehatan. Dalam karya
ilmiahnya, “Forgiveness in Health Research and Medical Practice”
(Memaafkan dalam Penelitian Kesehatan dan Praktek Kedokteran), di
jurnal Explore, Mei 2005, Vol.1, No. 3, Worthington dkk memaparkan
dampak sikap memaafkan terhadap kesehatan jiwa raga, dan
penggunaan “obat memaafkan” dalam penanganan pasien.
Memaafkan dan Kesehatan

Penelitian menggunakan teknologi canggih pencitraan otak seperti
tomografi emisi positron dan pencitraan resonansi magnetik fungsional
berhasil mengungkap perbedaan pola gambar otak orang yang memaafkan
dan yang tidak memaafkan.

Orang yang tidak memaafkan terkait erat dengan sikap marah, yang
berdampak pada penurunan fungsi kekebalan tubuh. Mereka yang tidak
memaafkan memiliki aktifitas otak yang sama dengan otak orang yang
sedang stres, marah, dan melakukan penyerangan (agresif).

Demikian pula, ada ketidaksamaan aktifitas hormon dan keadaan darah
si pemaaf dibandingkan dengan si pendendam atau si pemarah. Pola
hormon dan komposisi zat kimia dalam darah orang yang tidak memaafkan
bersesuaian dengan pola hormon emosi negatif yang terkait dengan
keadaan stres. Sikap tidak memaafkan cenderung mengarah pada tingkat
kekentalan darah yang lebih tinggi. Keadaan hormon dan darah
sebagaimana dipicu sikap tidak memaafkan ini berdampak buruk pada
kesehatan.

Raut wajah, daya hantar kulit, dan detak jantung termasuk yang juga
diteliti ilmuwan dalam kaitannya dengan sikap memaafkan. Sikap tidak
memaafkan memiliki tingkat penegangan otot alis mata lebih tinggi,
daya hantar kulit lebih tinggi dan tekanan darah lebih tinggi.
Sebaliknya, sikap memaafkan meningkatkan pemulihan penyakit jantung
dan pembuluh darah.

Dari : http://www.facebook.com/note.php?note_id=424530635569&id=197674079227&ref=nf

No comments: